biografi pahlawan abdul muis, perjuangan abdul muis, peran abdoel moeis, ringkasan perjuangan abdul muis, istri abdul muis, 7 pahlawan dari kalimantan timur, keluarga abdul muis, penghargaan abdoel moeis
Abdoel Moeis adalah seorang sastrawan, politikus, dan wartawan Indonesia. Dia merupakan pengurus besar Sarekat Islam dan pernah menjadi anggota Volksraad mewakili organisasi tersebut. Abdoel Moeis dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959.
Abdul Muis lahir pada tanggal 3 Juni 1883 di Bukittinggi, Sumatra Barat. Ia adalah putra Datuk Tumenggung Lareh dan Siti Djariah, Sungai Puar.
Abdul Muis lulusan Sekolah Eropa Rendah (Eur. Lagere School atau yang sering disingkat ELS). Ia pernah belajar di Stovia selama tiga setengah tahun (1900--1902). Namun, karena sakit, ia keluar dan sekolah kedokteran tersebut. Pada tahun 1917 ia pergi ke negeri Belanda untuk menambah pengetahuannya.
Meskipun hanya berijazah ujian amtenar kecil (klein ambtenaars examen) dan ELS, Abdul Muis memiliki kemampuan berbahasa Belanda yang baik. Bahkan, menurut orang Belanda, kemampuan Abdul Muis dalam berbahasa Belanda dianggap melebihi rata-rata orang Belanda. Oleh karena itu, begitu keluar dan Stovia, ia diangkat oleh Mr. Abendanon, Directeur Onderwzjs (Direktur Pendidikan) di Departement van Onderwijs en Eredienst yang membawahi Stovia, menjadi kierk. Padahal, pada waktu itu belum ada orang prihumi yang diangkat sebagai kierk. Abdul Muis merupakan orang indonesia pertama yang dapat menjadi kierk.
Pengangkatan Abdul Muis menjadi kierk tidak disukai oleh pegawai Belanda lainnya. Hal itu membuat Abdul Muis tidak betah bekerja. Akhirnya, pada tahun 1905 ia keluar dan departemen itu setelah bekerja selama Iebih kurang dua setengah tahun (1903-- 1905).
Setelah dua setengah tahun bekerja di departemen itu, ia keluar dan menjadi wartawan di Bandung. Pada tahun 1905, ia diterima sebagai anggota dewan redaksi majalah Bintang Hindia. Bintang Hindia merupakan sebuah majalah yang memuat berita politik di Bandung. Pada tahun 1907, Bintang Hindia dilarang terbit, Abdul Muis pindah kerja ke Bandungsche Afdeelingsbank sebagai mentri lumbung. Pekerjaan ini ditekuni oleh Abdul Muis selama 5 tahun. Pada 1912, ia bekerja menjadi wartawan pada surat kabar Belanda Preanger Bode. Pada Preanger Bode Abdul Muis bekerja sebagai korektor. Dalam waktu 3 bulan, ia diangkat menjadi hoofdcorector (korektor kepala) karena kemam[uan berbahasa Belanda yang cukup baik.
Bergabung dengan Sarekat Islam
Pada tahun 1913 ia bergabung dengan Sarekat Islam, dan menjadi Pemimpin Redaksi Harian Kaoem Moeda. Koran Kaoem Moeda merupakan koran pertama yang mengenalkan rubrik "Pojok" sejak tahun 1913-an. Posisi Moeis sebagai redaktur serta mengurusi masalah-masalah penerbitan dan pemasaran, membuatnya lebih leluasa untuk melanjutkan perjuangan dengan pena sebagai senjata. Koran Kaoem Moeda merupakan tulang punggung perjuangan Sarekat Islam di Bandung. Setahun kemudian, melalui Komite Bumiputera yang didirikannya bersama Ki Hadjar Dewantara, Abdoel Moeis menentang rencana pemerintah Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Prancis.
Tahun 1917, ia dipercaya sebagai utusan Sarekat Islam pergi ke negeri Belanda untuk mempropagandakan komite Indie Weerbaar. Dalam kunjungan itu, ia juga mendorong tokoh-tokoh Belanda untuk mendirikan Technische Hooge School – Institut Teknologi Bandung (ITB) di Priangan. Pada tahun 1918, Abdoel Moeis ditunjuk sebagai anggota Volksraad mewakili Central Sarekat Islam.
Pada tahun 1920, dia terpilih sebagai Ketua Pengurus Besar Perkumpulan Buruh Pegadaian.
Abdoel Moeis merupakan tokoh yang begitu komitmen terhadap perjuangan dan nasib rakyat yang saat itu sedang dijajah. Tidak hanya melalui garis profesi sastrawan, ia bahkan berjuang dalam dunia politik. Tulisan-tulisan Abdoel Moeis yang tajam dan gerakan-gerakan politiknya itulah yang kemudian menyebabkannya dilarang tinggal di tempat kelahirannya. Ia kemudian memilih daerah Garut sebagai tanah pengasingannya, dan di sanalah ia menghabiskan sisa-sisa hidupnya.
Tahun 1926 ia terpilih menjadi anggota Regentschapsraad Garut. Dan enam tahun kemudian diangkat menjadi Regentschapsraad Controleur. Jabatan itu diembannya hingga Jepang masuk ke Indonesia (1942). Karena sudah merasa tua, pada tahun 1944 Abdul Moeis berhenti bekerja. Namun, pada era setelah proklamasi, ia aktif kembali bergabung dalam Majelis Persatuan Perjuangan Priangan. Bahkan, ia pernah diminta untuk menjadi anggota DPA.
Setelah kemerdekaan, ia mendirikan Persatuan Perjuangan Priangan yang fokus pada pembangunan di Jawa Barat dan masyarakat Sunda.
Karya
Salah Asuhan adalah sebuah novel yang diterbitkan tahun 1928. Novel ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Robin Susanto dan diterbitkan dengan judul Never the Twain oleh Lontar Foundation sebagai salah satu seri Modern Library of Indonesia. Pada tahun 1972, novel ini difilmkan dengan sutradara Asrul Sani.
Abdoel Moeis juga menulis novel lain, yaitu Pertemuan Jodoh (1933), Surapati (1950) dan Robert Anak Surapati (1953).
Kehidupan pribadi
Abdoel Moeis awalnya menikah dengan gadis pihan orang tuanya, yaitu gadis Minangkabau, tetapi pernikahan itu tidak berlangsung lama, karena sang istri meninggal dunia.
Setelah cukup lama mendudua, Abdoel Moeis menikahi gadis pilihannya, yaitu gadis Priangan. Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua anak. Namun, rumah tangga mereka berakhir perceraian karena Abdoel Moeis.
Abdul Moeis menikah lagi dengan gadis Priangan bernama Soenarsih pada 1925. Pasangan ini dikarunia 12 anak. Anak tertua bernama Sulaiman lahir saat Abdoel Moeis dalam masa pembuangan di Garut, Jawa Barat. Sulaiman meninggal dalam usia enam hari karena mendapat tetanus.
Di antara anak-anak Abdoel Moeis yang hidup sampai dewasa, yakni Diana Moeis, Kencana Moeis, dan Achir Moeis.
Wafat
Abdoel Moeis wafat di Kota Bandung pada tanggal 17 Juni 1959. Jenazahnya diimakamkan di TMP Cikutra, Bandung. Ia wafat meninggalkan dua orang istri dan 13 orang anak.