“Mak... maaak.... maak”. Sambil berteriak lantang, tiba-tiba seorang anak remaja berusia belasan tahun datang dari arah pintu belakang sebuah rumah, karena pintu belakang tidak dikunci ia langsung masuk ke dalam dapur. Begitu masuk ia langsung mengacungkan kantung plastik yang dibawanya. Kantung plastik yang berwarna hitam bergerak-gerak seperti ada sesuatu yang hidup di dalamnya. Kemudian ia berkata lagi: “Mak liat, Agus dapet ikan, besar mak”. Kata anak itu sambil mendekat ke sosok perempuan yang berada di dapur.
“Ada apa nak, kok pulang main tiba-tiba teriak-teriak begitu, ada apa nak?” Tanya si Ibu sambil membalikkan badan, tangan kirinya memegang sepotong bawang merah sedangkan tangan kanannya memegang pisau dapur.
Di depan si Ibu, terdapat kompor minyak tanah yang masih menyala dengan wajan di atasnya sedangkan di sebelahnya ada kompor lain yang di atasnya terdapat dandang (panci kukus). Waktu itu belum ramai orang menggunakan kompor gas, hampir seluruh rakyat Indonesia saat itu menggunakan kompor sumbu dengan minyak tanah sebagai bahan bakarnya. Sedangkan untuk memasak nasi, orang-orang memakai dandang, tidak seperti orang jaman sekarang yang menggunakan penanak nasi listrik seperti Magicom atau Magicjar.
“Mmmmm... ini mak, tadi pas Agus pulang dari main nemu ikan mas di pinggir rumah kita di bawah pohon salak, goreng ya mak,,, kayanya enak nih.” Dengan wajah ceria, kembali ia mendekatkan plastik hitam yang dibawanya ke tangan sosok perempuan yang dipanggilnya emak.
Mendengar cerita anaknya tersebut, emaknya membalas cerita Agus : “Oh kamu nemu ikan mas, bagus. Tapi meski nemunya di lingkungan rumah belum boleh dimiliki, bisa jadi itu ikan orang lain, coba kamu kasih tau tetangga kita apakah di antara mereka ada yang kehilangan ikan mas atau tidak. ”
“Oh gitu ya mak, tapi kalu gak ada yang punya boleh digoreng kan bu?” Tanya Agus dengan nada memelas.
“Boleh... boleh, nanti ibu masak yang enak buat kamu ikannya, ayo cepat kasih tau tetangga sekarang juga, kalo sudah selesai cepat-cepat kembali ke rumah” Jawab Ibunya. Dengan segera Aguspun pergi ke luar sambil membawa ikan temuannya. Seharian agus menemui tetangga tetangganya dari mulai tetangga terdekat seperti Pak Kasdi, Pak Koco, hingga tetangga yang paling jauh yakni pak Mukidi. Namun tak ada seorang tetanggapun yang merasa kehilangan ikan emas yang Agus temukan. Setelah seharian keliling kampung dan tak ada yang merasa kehilangan ikan mas, akhirnya Aguspun pulang membawa ikan mas temuannya. Kemudian ikan mas tersebut ia serahkan ke ibunya. “Benar nak tadi kamu sudah sebarkan ke seluruh tetangga kita?” tanya Ibunya “Sudah mak... bener, Agus sudah bertanya ke hampir seluruh tetangga kita, baik yang dekat ataupun yang jauh. Gak ada yang merasa kehilangan” jawab agus. “Baiklah kalo begitu, sini ikannya tak masakin, nanti mak goreng.” Jawab ibunya Setelah dibersihkan, ikan digoreng hingga matang, dan dihidangkan di meja makan untuk santap makan malam. Agus terlihat senang sekali ikan temuannya sudah matang, saat makan malam tiba ia makan ikan mas goreng dengan lahapnya, bahkan ia nambah dua kali.
. . .
Keesokan harinya Agus bangun pagi-pagi sekali, selesai shalat subuh di masjid ia kemudian sarapan pisang goreng plus teh hangat buatan ibunya ditemani sang Ayah yang siap-siap berangkat bekerja. Ayah Agus adalah seorang Guru bidang studi Bahasa Indonesia di sekolah kejuruan di Cimahi yang bernama Sekolah Pendidikan Guru Negeri (SPGN) Cimahi. SPG adalah sekolah kejuruan yang mencetak calon-calon guru saat itu. Saat ini SPGN sudah tiada, dan SPGN yang di Cimahi diganti namanya menjadi Sekolah Menengah Negeri (SMAN) 5 Cimahi.
Ayah Agus adalah sosok ayah yang baik, ia sayang kepada keluarganya. Selain mengajar, Ayah agus juga adalah seorang Ustadz, Beliau sering menjadi imam dan atau Khotib di Masjid-masjid terdekat. Bukan itu saja, di sela-sela waktu luangya beliaupun sering dipanggil untuk menjadi wakil salah satu keluarga yang sedang melangsungkan Khitbah (lamaran) dan pernikahan. Saat ayah dan anak menikmati pisang goreng, tiba-tiba datang tiga orang ke rumah mereka, Dengan nada membentak salah satu dari mereka berkata : “Heh... Gus kamu mencuri ikan kami ya... ayo ngaku saja” “Aku dengar, kemarin kamu membawa ikan mas ke rumah, itu pasti ikan dari kolam ikan yang ada di depan rumah kami” Tambah salah yang lainnya. “Astagfirullah,,,, ada apa ini. Jupri, Zuli, Iwan? Datang-datang langsung memarahi anak Saya, sabar... sabar.... ayo duduk dulu, kita bicarakan dengan tenang, ada apa sebenarnya?” Tanya Ayah Agus sambil berdiri dan mempersilahkan ketiga orang tersebut untuk duduk di beranda. “Gini pak ustat, kami itu memelihara banyak ikan mas di kolam yang ada di depan rumah, tapi pagi tadi salah satu ikan hilang. Dan Saya dengar anak Pak Ustat kemarin membawa-bawa ikan. Saya yakin itu milik kami” Kata salah satu dari ketiga orang tersebut, dia adalah Jupri kakak tertua diantara ketiga orang tersebut. “Subhanallah, benarkah itu nak, jawab dengan jujur?” Kata Ayah Agus sambil menoleh ke arah Agus anaknya. Rupanya Ayah Agus tidak tau kalau Agus telah menemukan ikan mas di belakang rumah. “Tidak pa, itu bukan ikan curian. Ikan itu Agus dapat dari pinggir rumah deket pohon salak” Jawab Agus dengan nada lantang. “Alaaah ngaku saja, mana mungkin tiba-tiba ada ikan di sini, lagian itu ikan harganya mahal, ngk ada yang mampu beli ikan seperti yang kami punya.” Jawab salah satu mereka yang bernama Zuli. “Pokoknya kami ngk mau tau, ikan itu harus dikembaliin” Tambah Iwan. “Ikan jenis apa yang hilang?” Tanya Ayah Agus ke ketiga orang tersebut “Ikan Koi” “Nak, ikan apa yang kamu temuin kemarin” Tanya Ayah ke Agus. “Ikan mas, pa” Jawab Agus. “Coba bapak lihat ikannya” “Gak ada pa, sudah digoreng ibu dan habis dimakan semalam.” “Nah begitu katanya nak Jupri, Zuli, Iwan. Ternyata ikan yang ditemukan Agus bukan ikan Koi tapi ikan Mas” kata Pak Agus. “Emang si Agus tau bedanya ikan koi sama ikan mas biasa? Kalo sepintas mirip antara ikan mas dan ikan Koi, pokonya Kami ngk mau tau, Hari ini juga ikan harus diganti atau kami laporkan ke Polisi”. Jawab Iwan. “Jangan begitu, mari masalah ini kita selesaikan dengan cara kekeluargaan, kita kan tetanggaan, tidak baik seperti itu”. Jawab Ayah Agus. Mendengar ucapan ayahnya Agus, ketiga orang tersebut bukannya mengiyakan malah pergi tanpa pamit. Tidak mau memperpanjang masalah, akhirnya Ayahnya Agus bergegas pergi ke Sekolah. Beliau berangkat diantar kakak Agus yang bernama Rudi menggunakan sepeda motor merek Honda buatan tahun 1970 berwarna merah.
. . .
Ternyata masalah ‘ikan’ tidak cukup sampai di situ. Pak Gimin (Ayah dari ketiga orang kakak beradik Jupri, Zuli, Iwan) melaporkan kejadian hilangnya ikan koi miliknya ke keamanan kampung. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, sore harinya Pak RK (Rukun Kampung) sekarang namanya menjadi RW (Rukun Warga) memanggil semua pihak terkait seperti Keluarga pak Gimin, Kelurga Pak Agus dan beberapa saksi diminta hadir di Rumah pak RW ba’da Ashar. Tiba waktu yang ditentukan, semua pihak terkait sudah hadir di rumah pak RK. Pak RK meninta kedua belah pihak untuk menceritakan kejadiaan tentang hilangnya ikan mas koi milik keluarga Gimin dan penemuan ikan mas oleh Agus. Tak lupa beberapa saksi yang melihat agus membawa ikan keliling kampung. Perlu diketahui, Pak Gimin adalah seorang TNI berpangkat Jendral yang bertugas di salah satu Pusat Pendidikan (Pusdik) TNI di wilayah Kota Administratif Cimahi (Sekarang Kota Cimahi). Di Kampungnya, ia dikenal sebagai orang berada (orang kaya). Sebelum orang lain punya Motor, Mobil, Televisi Berwarna, Kulkas, dan Video Player, Keluarga Pak Gimin sudah memilikinya. Bila sedang diputar film pake video player di rumahnya, maka anak-anak akan ikut menonton dari pagar rumah pak Gimin. Pak Gimin memulai kesaksiannya : “Gini pak RK, sayakan pelihara ikan koi di depan rumah, pas tadi pagi sebelum saya berangkat kerja, saya hitung tuh ikan ternyata kurang satu, kemudian saya suruh anak-anak saya untuk mencari kalau-kalau saja ada yang mencuri.” “Oh begitu, kapan terakhir bapak hitung ikan sebelum hari ini?” tanya pak RK. “Kira-kira empat atau lima hari ke belakang pak RK” Jawab Pak Gimin. “Baik, sekarang saya minta keterangan dari Nak Agus, coba ceritakan tentang ikan yang kamu temukan kemarin!” Kata pak RK. Agus menjelaskan : “Begini pak, kemarin selepas bermain dengan temen-temen, saya pulang lewat pinggir rumah, pas sampai dekat pohon salak ada ikan menggelepar-gelepar, kemudian saya pungut dan saya kasih ke Ibu. Namun kata Ibu saya, harus kasih tau tetangga mungkin ada yang kehilangan atau tidak katanya. Setelah Saya sebarkan ke seluruh tetangga ternyata tidak satupun dari mereka yang merasa kehilangan ikan mas yang saya temukan tersebut. Termasuk Bu Gimin yang saat itu Agus Temui tidak merasa kehilangan ikan” Pak RK : “Ikan apa yang kamu dapatkan?” Agus : “Ikan mas pak, warna merah” Pak RK : “ok, baik” Kemudian Pak RK menanyakan kebenaran cerita dari para saksi yang ada.
. . .
Hari berganti hari, Tak ada sesuatu yang aneh terjadi di Kampung tersebut, Namun ada kabar mengejutkan yang membuat hati keluarga Agus menjadi lebih tenang. Dari kabar yang beredar dari mulut ke mulut, katanya keluarga Gimin telah menemukan ikan Koi yang pernah hilang dari kolam peliharaan mereka. Namun ikan Koi yang keluarga gimin temukan sudah mati terperangkap di saluran pembuangan (selokan/parit) kolam ikan Koi yang terletak di pinggir kolam. Kejadian penemuan ikan koi di saluran pembuangan tersebut diketahui saat Pak Gimin berencana membersihkan kolam ikan koi dengan cara membuang air yang ada di dalam kolam ikan. Namun setelah saluran pembuangan kolam dibuka, air kolam tak kunjung berkurang. Setelah diteliti, ternyata ada sumbatan di saluran pembuangan kolam. Begitu diperiksa ditemukanlah ikan koi dalam keadaan mati. Dan dapat dipastikan bahwa ikan koi yang mati tersebut adalah ikan koi yang sempat hilang beberapa hari sebelumnya. Diketahui bahwa sebelum ikan koi milik pak Gimin hilang, telah terjadi hujan lebat. Hujan berlangsung lama sekali, sekitar dua jam.... setelah reda, hujan berlanjut lagi hingga menjelang subuh. Diperkirakan akibat hujan deras tersebut kolam ikan Koi milik pak Gimin airnya meluap sehingga salah satu ikan koi terbawa keluar kolam akibat luapan air kolam. Karena derasnya, diperkirakan ikan tersebut terbawa arus hingga sampai di parit, karena ukuran parit kecil maka ikan koi tidak dapat terbawa arus, dan tertperangkap di sela-sela parit. Mendengar kabar tersebut, keluarga Agus menjadi lega karena dengan ditemukannya koi mati di saluran pembuangan kolam ikan keluarga Gimin, maka segala tuduhan kepada Agus terbantahkan. Meski Ikan Koi yang hilang sudah ditemukan, namun Kelurga Gimin yang pernah menuduh dengan keji ke Agus atas pencurian Ikan, tidak pernah meminta maaf kepada keluarga pak Agus. Setelah kejadian ini, Bapaknya Agus tidak pernah menuntut balik ke keluarga Gimin atas apa-apa yang telah dituduhkan keluarga Gimin terhadap anaknya. Dan pemilik ikan yang ditemukan Agus masih misteri hingga sekarang. Salah satu nenek di kampung itu berasumsi bahwa kemungkinan, ikan temuan Agus adalah milik Mamang-Mamang penjual ikan mas. Nenek itu bercerita bahwa saat itu, ikan mas dijual dengan cara dijajakan ke kampung-kampung dengan cara dipikul/ditanggung menggunakan wadah yang terbuat dari anyaman bambu.
Biasanya para penjual ikan, pergi pagi-pagi betul. Karena takut kesiangan sampai ke pelanggan, setiap Mamang-Mamang tersebut berbegas menemui pelanggan. Setengah berlari mereka memikul ikan-ikan jualannya. Diperkirakan karena terburu-buru, ada ikan yang terjatuh di perjalanan tanpa diketahui si Mamang penjual ikan mas. Dan ikan tersebut ditemukan oleh Agus.